“Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.”
Setelah enam hari membentuk bumi ini dengan sangat teliti, Allah berhenti pada hari ketujuh. Ia mengambil waktu untuk istirahat dari pekerjaan-Nya. Mengapa? Apakah Dia lelah? Tidak! Pada hari Sabat, yang pertama kali itu, Allah berhenti karena Ia memiliki yang diperoleh—Ia telah melakukan segala sesuatu yang diperlukan unutk menjamin kebahagiaan Adam dan Hawa. Tidak ada sesuatu pun yang mereka butuhkan yang tidak dilakukan. Ia beristirahat dan bergaul akarab dengan makhluk yang ia sudah ciptakan.
Dengan cara beristirahat pada hari ketujuh atau Hari Sabat, Allah memberikan teladan bagi Adam dan Hawa. Sudah menjadi niat-Nya agar mereka pun berhenti dari pekerjaan memelihara dan mengusahakan taman itu. (Kata “sabat” berarti berhenti atau beristirahat.) Itulah sebabnya Ia merencanakan satu hari yang istimewa bagi mereka—hari di mana mereka berhenti dari pekerjaan rutin, lalu beristirahat dan beribadah kepada Allah. Hari Sabat adalah jawaban Allah bagi Adam dan Hawa.
Demikian juga Hari Sabat adalah jawaban Allah terhadap ketegangan pikiran yang dialami umat manusia di abad ke duapuluh ini. Hal ini menjadi obat atas pekerjaan yang tidak ada henti-hentinya yang sudah mendorong semangat manusia modern. Hal itu juga mengajak kita untuk berhenti mencari uang lebih banyak, membeli pakaian yang lebih indah, dan tinggal di rumah yang lebih megah, serta mengendarai mobil yang lebih mewah dan serba otomatis. Ini adalah undangan Pencipta kita yang hidup, supaya kita beristirahat dari pikiran yang menegangkan dan tubuh kita yang lelah dengan cara bersekutu dengan Dia – agar menjadi satu dengan sang Pencipta kita.
Pada zaman modern yang dikuasai oleh teori evolusi ini, Hari Sabat mengajak kita untuk beribadah kepada Allah yang adalah Pencipta kita. Hari Sabat menjadi satu tanda peringatan yang terus menerus terhadap Allah yang penuh kasih yang secara tetap berencana demi kebahagiaan kita. Sabat itu mengumandangkan satu lagu yang menjadi perhatian Allah secara pribadi: “Engkau tidak berevolusi! Engkau lebih daripada sekadar tulang-tulang yang ditutupi dengan kulit. Engkau lebih dari pada sekadar molekul yang dibesarkan yang berisi protein. Asal mulamu bukanlah dari lubang yang gelap dan lender-lendir di zaman purbakala. Engkau bukanlah sekadar sekumpulan unsur- unsur kimia yang dipadukan secara kebetulan. Akulah yang menciptakan engkau! Engkau diciptakan menurut gambar-Ku.”
Oleh karena Hari Sabat adalah hari yang dikuduskan oleh Allah sebagai satu hari yang istimewa, maka mereka yang membuat hari itu kudus akan menerima berkat yang istimewa pula. Itulah satu hari yang dirancang untuk kesegaran pikiran dan jasmani. Dalam perintah Allah yang berbunyai : “Ingatlah kamu akan hari Sabat supaya kamu sucikan dia,” sangat menarik untuk diperhatikan bahwa kata “suci” berasal dari akar kata yang sama dengan kata “seutuhnya” dan “sehat”. Hari Sabat Allah dapat diterjemahkan dengan bebas sebagai berikut, “Ingatlah kamu akan Hari Sabat supaya kamu tetap sehat.” Hari Sabat itu berkata : “Berhenti! Hidup ini bukannya melakukan pekerjaan terus menerus tanpa akhir! Inilah saatnya untuk beristirahat – agar menjadi sehat seutuhnya.”
Pertanyaan 1 :
Apakah Alkitab Perjanjian Baru mengajarkan bahwa murid-murid Yesus berbakti pada hari Pertama?
Sering sekali dikatakan bahwa murid-murid Yesus, dan juga gereja yang mula-mula menyucikan hari Pertama dalam minggu untuk menghormati hari kebangkitan Kristus. Tetapi Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa murid-murid menyucikan Sabat hari Ketujuh (Kis 13, 14,42, 44; 17:2,3; Kis 18:1-4; Ibr 4:4-8). Sebenarnya hari pertama dalam minggu disebutkan 8 (delapan) kali dalam Perjanjian Baru dan enam dari ayat-ayat tersebut ditujukan kepada hari yang sama. Ayat-ayat-nya adalah sebagai berikut :
Matius 28:1 “Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu.” Markus 16:2 “Dan pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke kubur.” Lukas 24:1 “Tetapi pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu, mereka pergi ke kubur membawa rempah-rempah yang disediakan oleh mereka.” Yohanes 20:1 “Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa bat telah diambil dari pintu kubur.”
Kelima ayat-ayat di atas menunjukkan bukti sejarah bahwa Yesus bangkit dari antara orang mati pada hari pertama minggu itu. Jelas sekali , tidak satu pun ayat-ayat tersebut bahkan hanya untuk menganjurkan sedikit pun untuk berbakti pada hari itu. Tampak terbukti bahwa pengikut-pengikut Yesus terdekat sekali pun tidak menganggap hari pertama minggu itu sebagai hari perbaktian. Perhatikan bahwa mereka datang ke kubur untuk memberi rempah-rempah pada mayat Yesus pada hari pertama itu, sesudah mereka “...berhenti pada hari Sabat sesuai dengan hukum Taurat” (Luk 23:56). Jadi jelas kelihatan bahwa murid-murid Yesus adalah pemelihara-pemelihara hari Sabat.
Mari kita periksa tiga ayat yang sisa dengan teliti sekali.
Yohanes 20:19
“Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu, berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tepat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut pada orang Yahudi, pada waktu itu datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata : “Damai sejahtera bagi kamu!”
Apakah ayat ini mengajarkan bahwa murid-murid Yesus berkumpul pada hari pertama minggu itu? Ya benar! Tetapi pokok penting untuk ditanyakan di sini adalah : Mengapa mereka berkumpul? Apakah tujuan perkumpulan mereka? Murid-murid Yesus baru saja menyaksikan kematian Tuhannya. Seluruh harapan mereka hancur. Ketakutan dan keragu-raguan kelihatan seperti gunung di hadapan mereka. Alkitab menyatakan bahwa mereka “...berkumpul karena takut akan orang Yahudi...” Itu sebabnya semua pintu dikunci, Yesus datang kepada mereka untuk memberitahukan kebangkitan dan kemenangan-Nya. Sekarang kita merayakan berita penting ini melalui upacara baptisan (1 Kor 11:24-27; Rm 6:2-2-). Tetapi tidak ada perintah untuk berbakti pada hari pertama itu.
1 Korintus 16 :2
“Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing, sesuai dengan apa yang kamu peroleh—menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya dengan pengumpulan itu baru diadakan kalau aku datang.”
Ada orang yang merasa, Paulus menganjurkan pengumpulan persembahan di gereja pada hari pertama dalam minggu itu. Lalu mereka menggunakan ayat ini untuk menyokong penyucian hari Minggu. Analisis yang cermat atas ayat itu dan juga analisis atas seluruh isinya, sesuai dengan konteksnya, membuktikan sebaliknya. Rasul Paulus sedang mengajukan satu proyek khusus demi kepentingan umat-umat Tuhan yang miskin di Yerusalem (ayat tiga). Jadi dia menganjurkan supaya orang-orang Kristen di Korintus mengasingkan satu jumlah tertentu dari pendapatan mereka untuk umat percaya di Yerusalem setiap hari pertama setiap minggu. Alasan Paulus untuk rencana itu karena biasa orang pada masa itu memeriksa keuangannya dari hasil usaha minggu sebelumnya pada tiap-tiap hari Minggu pagi untuk persediaan usahanya pada minggu berikutnya.
Pada hari Jumat petang mereka akan menutup toko-tokonya lalu bersedia untuk hari Sabat. Kemudian, pada hari minggu pagi mereka akan memeriksa harsil usaha/penjualan minggu sebelumnya. Paulus hanya meminta kepada mereka untuk memisahkan sejumlah uang setiap minggu supaya bila dia datang, pemberian itu sudah tersedia untuk dibawa ke Yerusalem. Ucapan “memisahkan” secara harfian berarti “oleh dia sendiri”: Dalam naskah bahasa Yunani ucapan itu juga sepadan artinya dengan kata bahasa Inggris “di rumah.” Jadi Paulus meminta mereka melakukan pemisahan uang itu di rumah, bukan seperti dikatakan mereka melakukan pemisahan uang itu di rumah, bukan seperti dikatakan beberapa orang, pada saat kumpulan di gereja. Sebaliknya untuk menegakkan perbaktian pada hari Minggu, ayat ini jelas sekali menunjukkan bahwa tidak ada pengertian khusus dikaitkan pada hari pertama itu.
Kisah 20:7 – Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya.
Ayat ini mencatat satu-satunya kumpulan ibadah diadakan pada hari pertama dalam pekan pada Perjanjian Baru. Penulis mengatakan bahwa kumpulan ibadah diadakan karena Paulus bermaksud berangkat pada keesokan harinya. Oleh sebab itu Paulus mengumpulkan orang-orang percaya untuk satu kebaktian petang malam minggu pada hari pertama dalam minggu itu. (Untuk keterangan lebih lanjut mengenai pendapat ini, lihat jawaban untuk pertanyaan 8) The New English Bible menguraikannya sebagai berikut :
“Pada hari Sabat malam, pada perkumpulan kami untuk memecah-mecahkan roti, Paulus yang sudah harus berangkat pada pagi berikutnya, berkhotbah kepada mereka, dan terus berbicara sampai tengah malam.”
Pertemuan itu diadakan pada bagian malam dari hari pertama. Dalam Perjanjian Lama dan Baru, perhitungan satu hari adalah dari matahari terbenam sampai matahari terbenam. Jadi perkumpulan itu diadakan pada hari Sabtu malam. Orang-orang percaya sering mengadakan upacara-upacara perjamuan suci bersama-sama (Kis 2 :42-26). Lambang pengorbanan Kristus tersebut sangat berarti bagi mereka. Jadi sebelum Paulus berangkat meninggalkan mereka, mereka mengadakan upacara perjamuan suci sekali lagi. Menurut ayat-ayat 11 sampai 13 dari Kisah 20, Paulus menggunakan bagian siang hari pertama itu dalam perjalanan ke Asos. Jadi jelas bahwa dia tidak
menekankan sesuatu yang bermakna pada hari itu.
Kesimpulannya, tidak ada perintah dalam seluruh isi Perjanjian Baru untuk menyucikan hari Minggu; dan tidak ada contoh bukti dari rasul-rasul untuk pemeliharaan hari Minggu.
Pertanyaan 2 :
Karena rasul Paulus dengan jelas mengatakan bahwa orang Kristen bukan “di bawah hukum” tetapi di bawah anugerah (Rm 6:14) apakah Sabat masih perlu dipelihara? Tapi apakah yang dimaksudkan rasul Paulus?
Mari kita menyelidikinya. Satu hal kita tahu pasti, ketika Paulus mengatakan orang Kristen tidak “di bawah hukum:” tapi “di bawah anugerah”, dia tidak maksudkan agar orang Kristen dapat secara terang-terangan, dengan sadar dan sengaja melanggar hukum Allah.
Roma 6:15 dengan tegas menyatakan :
“Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak!”
Jadi apakah maksud Paulus dengan ungkapan : di bawah hukum Taurat” dan “dibawah kasih karunia”? Apa sikap Paulus terhadap hukum Taurat? Dalam Roma 7:12 dia nyatakan: ...”
Taurat itu suci, dan hukum Tuhan itu suci, benar dan baik.” Menurut Paulus tidak ada persoalan dengan hukum Taurat. Hukum itu suci dan baik, tetapi apa guna hukum itu? Pertama, hukum itu menyatakan standar moral Allah, itu nyata tidak berat sebelah. Hukum itu menunjukkan prinsip pemerintahan surga yagn kekal. Hukum itu menegaskan yang benar dan yang salah.
Roma 7:7 menunjukkan : “...Aku tidak akan tahu apa itu dosa kecuali melalui hukum.” Roma 3:20 menambahkan, “...melalui hukum kita menyadari adanya dosa.”
Fungsi hukum adalah untuk menyatakan standar perilakuan moral/akhlak. Hukum itu juga jelas sekali menyatakan kesalahan bila kita tidak berbuat sesuai dengan standar hukum itu. Jadi melalui hukum Taurat itu :
“...tersumbat setiap mulut dan seluruh dunia jatuh ke bawah hukuman Allah” (Rm 3:19).
Memandang kepada kebenaran yang sempurna dari hukum itu, setiap pria, wanita, maupun anak- anak disalahkan. Hukum itu menuntut penurutan yang sempurna, kebenaran yang tak bercacat dan kesetiaan yang teguh kepada prinsip kerajaan Allah. Bagi Paulus berada “di bawah hukum Taurat” berarti berusaha dengan kuasa, dan kekuatan sendiri dan melalui jasa dan pekerjaannya, dia mau menyelamatkan dirinya. Hal ini dengan tegas mustahil menurut Paulus (Rm 3:23-28) Berada di bawah kasih karunia berarti menerima persediaan yang dibuat oleh Yesus Kristus di kayu salib demi keselamatan kita. Artinya dengan iman, kita menerima keadaan bahwa kita mustahil menyelamatkan diri sendiri. Kristus mati bagi kita! Pengorbanan-Nya adalah untuk kita! Melalui kematian-Nya, kita bisa hidup.
Menurut Paulus ada dua sistem: “Sistem hukum Taurat” dan “sistem kasih karunia” Sistem hukum menegakkan standar di mana manusia, dengan kekeuatan sendiri, tidak bisa menurutnya. Sistem kasih karunia menyediakan pengampunan untuk dosa masa lalu dan kuasa untuk menurut sekarang melalui Yesus Kristus Tuhan kita. Paulus dengan tegas menolak bahwa kematian Yesus meniadakan kebutuhan untuk penurutan. Dia mengakhiri pembahasannya yang penting tentang kasih karunia dalam Roma pasal 3 dengan menyatakan : Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman?
Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya. (ayat 31).
Rasul itu sudah membuatnnya cukup jelas. Dia sudah menjawab pertanyaan kita. Tetapi apakah kasih karunia Allah meniadakan hukum Taurat? Pemuka-pemuka agama bisa saja menjawab, “ya.” Tetapi rasul Paulus menandaskan jawabannya dengan kata-kata, “Tidak bisa sama sekali!” Apakah kasih karunia Allah meniadakan pentingnya penyucian hari Sabat? Itu berarti sama dengan meniadakan hukum yang mengatakan, “Jangan kamu membunuh, jangan kamu berbuat zina, jangan kamu mencuri. Jangan kamu bersaksi dusta akan sesamamu manusia.” Logika menyatakan bahwa jika seorang berdosa diselamatkan oleh kasih karunia dengan menuruti sembilan dari sepuluh hukum Taurat, sudah tentu ia pun akan mentaati kesepuluh hukum itu sebagai tanda penurutan kepada Tuhannya.
Pertanyaan 3 :
Apakah rasul Paulus menyatakan bahwa hukum Sepuluh sudah dipalangkan di kayu salib?
Bagian ayat yang menjadi pertanyaan adalah Efesus 2 :15. Mari kita membacanya :
“Sebab dengan matinya sebagai manusia, Ia telah mebatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuan-Nya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera...”
Hukum yang khusus atau persoalan yang dimaksudkan adalah “Peraturan.” Sepuluh Perintah Allah adalah kekal, kode etik (peraturan etika yang tidak dapat diubah. Hukum itu adalah undang-undang dasar pemerintahan-Nya. Hukum itu secara khusus menjelaskan bagaimana sepatutnya hubungan kita dengan Allah dan hubungan kita dengan sesama
manusia. Dalam ayat ini, Paulus merasa prihatin bahwa peraturan-peraturan atau urutan-urutan yang diberikan Allah kepada bangsa Israel sebagai satu tanda yang membayankan kedatangan Mesias bisa menjadi penghalang-penghalang dalam menyelesaikan misi gereja. Peraturan-peraturan seperti peraturan sunat, upacara pembasuhan mangkuk-mangkuk dan bejana-bejana, hari-hari raya tahunan, sistem korban, secara khusus dijelaskan Allah untuk mempersiapkan pikiran orang Yahudi akan kedatangan Mesisa. Karena salah pengertian akan arti simbol-simbol ini, banyak orang Yahudi menganggap bahwa simbol itu sendiri memiliki manfaat. Gantinya memusatkan pikiran kepada arti simbol itu, mereka melihat hanya pelaksanaan upacara secara luar sebagai satu kesalehan.
Akhirnya, peraturan-peraturan ini menjadi penghalang di antara mereka, orang Yahudi, dengan orang kafir yang tidak mau turut ambil bagian dalam upacara-upacara tersebut. Ketika Kristus datang, sistem upacara korban-korban yang menjadi bayangan kedatangan-Nya sudah digenapi. Orang-orang kafir yang “terpisah dari Kristus,” “tidak termasuk warga bangsa Israel”, “orang-orang asing kepada perjanjian itu”, dibawa “dekat” melalui darah Kristus (Ef 2:12,13). “Tembok pemisah” (Ef 2:14, 15) atau rangkaian peraturan-peraturan yang diberikan khusus untuk orang Israel dan ditunjukkan khusus untuk kedatangan Mesias, sudah dirobohkan (dihancurkan). Kristus sudah datang! Semua acara dan peraturan untuk korban sudah diarahkan ke kayu salib dan di atas kayu salib, orang Yahudi maupun orang Kafir mendapatkan rahmat dan pengampunan. Dalam Kristus semua manusia mendapat pengampunan dosa yang sudah lalu dan kuasa untuk hidup dengan benar sekarang ini. Jadi, apakah yang ditiadakan di kayu salib? Sudah pasti bukan Sepuluh Perintah yang kekal, abadi, standar moral yang tidak bisa diubah. Tetapi adalah hukum-hukum atau peraturan-peraturan upacara korban yang diberikan khusus kepada orang Yahudi itulah yang ditiadakan. Semua peraturan-peraturan itu sudah digenapkan dalam diri Yesus Kristus.
Mengapa Kami Berbakti Pada Hari Sabat?
Reviewed by GMAHK Tangerang Kota
on
Rabu, Februari 13, 2019
Rating: 5“ Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya i...