Sejarah Advent di Indonesia
Banyak
orang yang tidak tertarik membaca buku sejarah. Kata mereka, “Itu
adalah kejadian yang sudah lalu. Untuk apa belajar tentang masa lalu.
Masa lalu sudah berlalu, biarlah ia berlalu seperti berlalunya waktu.
Tetapi sebaliknya, banyak orang ingin tahu tentang masa lalu dan
kemudian belajar dari masa lalu itu. Jika ada hal-hal yang tidak
menyenangkan pada masa lalu itu, sekaranglah waktu untuk memperbaikinya,
dan jika ada kekeliruan, sekaranglah waktu untuk meluruskannya. Sesungguhnya masa lalu adalah sesuatu yang penting untuk diketahui. Jika
seseorang tidak tahu masa lalunya, atau tidak tahu sejarah leluhurnya,
maka ia disebut seorang kesasar. Tidak ada orang yang mau disebut
“kesasar” atau “sesat”, tetapi seorang yang jelas asal-usulnya, dari
mana ia datang dan mau ke mana ia pergi. Itulah ciri manusia terhormat,
yang di dalam kehormatan itu, ia mampu membentuk indentitasnya, juga
terhormat di tengah masyarakatnya.
Dalam konteks ini, sehubungan ajaran Alkitab, rasul Paulus menulis, “Ingatlah akan masa yang lalu.”(Ibrani 10: 32)
Masa
yang lalu yang dimaksud oleh Paulus dalam suratnya ini adalah
sehubungan terang Injil yang telah membangun iman dan ketekunan di dalam
iman itu. Bagaimana teologia Paulus ini tampak di tengah masyarakat
Kristen yang mula-mula, khusus pada diri rasul itu sendiri, adalah
sesuatu yang sangat penting dan mulia. Itulah sebabnya, ia menegaskan,
“Ingat!”
Demikian setiap orang yang mengaku dirinya Kristen,
haruslah belajar dari masa lalu, masa lalu gerejanya, dan sedia
menunjukkan kepedulian, juga penghargaan pada apa yang Tuhan telah buat
pada masa lalu itu. “Dalam hal ini, setiap orang Kristen wajib
belajar dari sejarah gerejanya masa lalu itu, supaya tidak melupakan
caranya Tuhan memimpin gereja itu di masa yang akan datang.”—The History of Our Church, hlm. 379.
“Banyak
dari antara mereka yang sejak masuk ke dalam kebenaran tidak tahu sama
sekali bagaimana Tuhan melakukan pekerjaan-Nya. . . . Pengalaman para
perintis di dalam pekabaran Advent haruslah jelas kepada umat kita.”—Counsels to Writers and Editors, hlm. 145.
Lebih lanjut White menulis, “Sejarah
masa lalu pekerjaan Allah haruslah lebih sering dihadapkan kepada umat,
tua dan muda. Kita perlu lebih sering merenung-renungkan kembali akan
kebaikan-kebaikan Tuhan dan memuji Dia atas pekerjaan-Nya yang ajaib.”—Testimonies to the Church, hlm. 364,365.
Dengan
demikian, jelaslah bahwa mengetahui masa lalu adalah penting, dan
setiap orang yang mengaku dirinya Adventist, haruslah tahu sejarah
gerejanya sendiri.
Dalam tulisan ini dimasukkan juga perintisan
pekerjaan di beberapa kota (Timur Jauh yang dimulai di kota Hong Kong
oleh Abram LaRue, di Australia oleh S.N. Haskell, dan rombongannya,
Henry Scott, William Arnold, J.O. Corlis, dan M.C. Israel, kemudian dari
Australia ke Surabaya oleh G.A. Teasdale, Petra Tunheim, G.A. Wood,
Annan Nordsrom, dan Gee Nio) untuk menunjukkan gerakan penginjilan itu,
sebelum memasuki Batavia.
Diharapkan, setelah membaca tulisan ini,
pembaca akan diperkaya pengetahuan tentang kasih Tuhan kepada
gereja-Nya, khusus di Jakarta (dulu Batavia) yang sangat mencengangkan,
kemudian mencintai gereja itu, dan partisipatif di dalam meluaskannya.
Inilah hakekat sebuah panggilan, khusus kepada pembaca yang budiman,
untuk siap mengetahui sejarah gerejanya sendiri, dan kemudian
memuji-muji Tuhan atas pekerjaan-Nya yang mencengangkan itu.
Pendahuluan
Gereja
Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) adalah satu denominasi Kristen di
dunia yang terkenal rajin belajar Alkitab dan rajin pula mengajarkannya.
Selain dari pada itu, GMAHK telah muncul pada waktunya (1863)
menggenapi nubuatan Alkitab, dan sesuai namanya adalah kelompok orang
Kristen yang taat pada perintah-perintah Allah, termasuk menyucikan hari
Sabat, hari ketujuh, dan sangat meyakini kedirian Yesus Kristus adalah
Juruselamat umat manusia yang telah jatuh ke dalam jurang dosa. Mereka
yang ditebus itu disebut orang-orang kudus, yang menuruti
perintah-perintah Allah dan iman kepada Yesus (Wahyu 14:12). Mereka
adalah umat yang sedang menantikan kedatangan-Nya yang kedua kali ke
dunia untuk menyelamatkan mereka. Itulah sebabnya mereka disebut kaum
Adventist.
Demikian kaum Adventist itu sangat mengagumi Yesus
Kristus. Bagi mereka, Dia adalah Penebus dari dosa dan kematian, dan
kehadiran-Nya di tengah umat manusia telah membawa kesejukan jiwa dan
kedamaian hati. Yohanes menyebut lantang, “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.” (Yohanes 1: 29). Sungguh kehadiran-Nya di tengah umat manusia adalah untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka (Matius 1: 21)
Firman
agung dan mulia yang mengatakan bahwa setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes
3:16)
Justru di sinilah letak masalah umat manusia, yakni kematian
sebagai akibat dosa. Rasul agung dalam suratnya yang sangat inspiratif
dan fundamental itu berbunyi, “Upah dosa adalah maut, tetapi karunia Allah adalah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Roma 6: 23)
Betapa
mencengangkan hikayat penebusan itu. Betapa ajaib kasih-Nya yang tiada
taranya itu yang Ia nyatakan melalui kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya
dari kematian yang amat keji itu. Ia telah melaksanakan satu misi yang
amat menggetarkan seluruh penghuni jagad dan di dalam kejayaan Ia
membawa kemenangan. “Hai maut, di manakah sengatmu? Maut telah ditelan dalam kemenangan.” (I Korintus 15: 54,55)
Di
dalam kejayaan atas kemenangan melawan kematian, Ia telah naik ke
surga, dan Ia berjanji akan datang kembali menjemput kaum terbusan-Nya
itu. Ia sendiri yang berucap, “Aku pergi untuk menyediakan tempat
bagimu. Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di
tempat mana Aku berada, kamu pun berada.” (Yohanes 14: 3).
Tentang ini, suara surga terdengar di atas bukit Zaitu, di depan murid-murid-Nya saat-saat kenaikan-Nya, “Yesus
ini, yang terangkat ke surga meninggalkan kamu, akan datang kembali
dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke surga (Kisah 1:8)
Kata “kamu” di sini menunjuk “murid-murid-Nya sendiri”
yang berasal dari pelbagai latar belakang hidup, yang beraneka
karakter, sikap dan pembawaan, yang di dalam masing-masing terdapat
kekuatan dan kelemahan, tetapi mereka telah terpanggil menjadi
murid-Nya. Merekalah yang telah menerima amanat beberapa waktu sebelum
kenaikan itu, “Karena itu, pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku . .
. . Dan ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir
zaman.” (Matius 28: 19, 20)
Tentang Injil itu, sebelumya telah disampaikan kepada mereka, “Injil
kerajaan itu akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi
semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.” (Matius 24:14)
Demikian
pemberitaan tentang Injil itu bagaikan mata rantai yang tak
putus-putusnya didengungkan dari satu zaman ke zaman lainnya, dari satu
peradaban ke peradaban lainnya, dari satu sistem politik ke sistem
politik lainnya, dari zaman rasul-rasul ke zaman bapak-bapak gereja,
hingga ke zaman reformasi dan zaman pembaruan, semuanya dalam tema yang
sama, yakni kabar baik tentang keselamatan dan penebusan Yesus Kristus.
Yang Menerima dan yang Mengabarkannya
Gereja
Masehi Advent Hari Ketujuh adalah kelompok Kristen di dunia yang
sungguh-sungguh menerima amanat ini. Sejak pergerakannya yang mula-mula
di Amerika Serikat, gereja ini telah membuat tema pemberitaan Injil itu
menjadi salah satu pusat kegiatan keagamaan. Pekabaran Injil itu
digambarkan bagaikan malaikat yang terbang di tengah langit dan padanya
ada Injil yang kekal untuk diberitakannya kepada mereka yang diam di
atas bumi dan kepada semua bangsa dan suku dan bahasa dan kaum (Wahyu
14: 6)
Selaku satu gerakan keagamaan yang muncul pada pertengahan
abad sebilan belas, ketika umat manusia sedang sibuk membangun peradaban
baru, sibuk membangun ideologi, dan sistem politik, serta upaya-upaya
mengadakan pembaharuan, peningkatan taraf hidup, dan sistem ekonomi yang
beraneka ragam, pada ketika itulah pergerakan global tentang Injil
dikembangkan oleh GMAHK. Semangat misionaris dari mereka yang telah
menerima Injil itu berkobar dan tinggalkan negeri sendiri, Amerika,
keluar untuk membawa obor kebenaran itu kepada pelbagai bangsa, suku,
bahasa dan kaum di pelbagai pelosok dunia.
Benua Asia dan Timur Jauh adalah Salah Satu Sasaran
Sudah
tentu salah satu yang menjadi pusat perhatian adalah benua Asia Sampai
pada akhir abad 19, belum tesentuh Injil yang disampaikan oleh GMAHK.
Tetapi siapakah yang sedia datang ke benua yang luas itu? Adakah seorang
seperti Yesaya pada zamannya (ribuan tahun lalu), tatkala mendengar
panggilan Allah dari tahkta-Nya yang kudus, ia meresponsnya, “Ini aku, utuslah aku!” (Yesaya 6: 8)
Pada zaman ini, siapakah yang sedia menerima panggilan untuk pergi?
Abram
LaRue, ketika memasuki usia senjanya, ia telah mengambil tekad akan
memenuhi panggilan Kristus untuk pergi memberitakannya. Setelah ia
menjadi seorang Adventist di satu desa terpencil di daerah California
Utara, semangatnya untuk menginjil sangat berkobar.
Tadinya
Abram LaRue adalah seorang berbangsa Amerika yang sejak mudanya memilih
karier menjadi pelaut. Mula-mula ia adalah seorang kelasi kapal dagang,
kemudian menjadi kapten yang menempuh rute Amerika Serikat—Hawai dan
Hong Kong. Selama puluhan tahun ia telah mengumpulkan kekayaan dan
sanggup membeli tanah luas, rumah mewah, mendirikan perusahaan real
estate di daerah California, dan menanamkan modalnya di sebuah
perusahaan tambang emas. Ia mempercayakan pengelolaan bisnisnya itu
kepada seorang temannya. Tetapi di satu ketika terjadi kebakaran yang
amat dahsyat. Ia telah kehilangan asetnya. Kemudian menyusul krisis
ekonomi yang membuat Abram LaRua kehilangan segalanya. Di saat-saat
mengalami kekecewaan yang sangat parah, dan ketika ia hampir putus asa,
ia mendengar seolah-olah suara Tuhan ketika melintas di depan satu
gereja di Hawai yang sedang melangsungkan Kebaktian Kebangunan Rohani.
Ia
menemukan Tuhan saat mendengar khotbah pendeta. Kekecewaan dan
keputusasaannya mulai surut. Ia merasa masih ada harapan di dalam Dia
yang mencintai umat manusia. Kemudian ia mengambil tekad dan kembali ke
Amerika, dan memilih tinggal di satu pedesaan, jauh dari keramaian kota.
Di sinilah ia hidup bagaikan seorang petapa. Tetapi di tempat inilah ia
telah menemukan kebenaran sejati dari seorang Adventist yang juga
tinggal tidak jauh dari rumahnya yang kecil. Atas pengaruh tetangganya
itu, ia kemudian dibaptiskan jadi seorang Adventist ketika sedang
mengikuti kumpulan tenda, dibawa oleh tetangga yang telah mengajarkan
kebenaran itu kepadanya. Sejak itulah ia bersemangat untuk membagikan
imannya. Lebih lanjut tentang Abram LaRua, dapat dibaca dalam buku,
Bagaikan Arus Cahaya yang Mengelilingi Bumi, hlm. 87-93.
Abram
LaRue telah memilih kota pelabuhan Hong Kong sebagai pusat
penginjilannya. Ia banyak tahu tentang kota itu. Kemudian ia telah
tinggalkan desanya dan berangkat dengan buku-buku dan risalah-risalah
terbitan Percetakan Advent. Semua biaya perjalanan dan juga biaya
membeli buku-buku dan risalah-risalah itu adalah atas tanggugannya
sendiri.
Pertama-tama ia singgah di Honolulu, dan tinggal beberapa
lama di sana sambil membagi-bagikan risalah-risalah berisi pekabaran
yang dianut oleh GMAHK. Dari sana ia menuju Hong Kong. Setibanya di Hong
Kong, ia menyewa sebuah rumah tempat tinggal dekat pelabuhan. Dari
rumah yang kecil inilah ia memulai pekerjaan tahun 1888, dan masuk ke
kapal-kapal dan membagi-bagikan risalah dan buku-buku kepada
kelasi-kelasi kapal. Itulah awal pekerjaan GMAHK di kota Hong Kong.
Demikian
Abram LaRue, di dalam kesederhanaan telah menyaksikan imannya kepada
penduduk kota Hong Kong yang sibuk dagangnya setiap hari, dan di dalam
ketekunan ia melaksanakan panggilannya. Ia datang dengan bahan-bahan
cetakan. Ia tahu bahan-bahan cetakan adalah bagaikan pendeta yang
diam-diam untuk memancarkan terang kebenaran kepada mereka yang berada
dalam kegelapan.(Counsels to Writers and Editors, hlm. 111)
Empat
belas tahun sisa hidupnya, ia serahkan kepada Tuhan. Ia telah menyalakan
obor Injil Tuhannya di pelbagai kota pelabuhan Timur Jauh. Banyak orang
telah membaca risalah dan buku-buku yang dibagikannya. Risalah yang
dicetak dalam bahasa Cina, telah diterjemahan dari TheSinner’s Need of
Christ (Orang Berdosa Memerlukan Kristus), dan yang lainnya, Judgment
(Penghakiman), oleh seorang pegawai yang cakap berbahasa Inggris bernama
Mok Ma Chun. Risalah-risalah itu telah banyak beredar di kota Hong Kong
dan daratan Cina. Chun sendiri telah belajar dari risalah-risalah itu,
kemudian telah menerima kebenaran Sabat dan dibaptiskan oleh Pdt. J.N.
Anderson, yang oleh surat-surat Abram LaRue ke kantor pusat Gereja
Advent Sedunia, kemudian telah mengirim Pdt. J.N. Anderson itu untuk
melanjutkan pekerjaan yang telah dirintis oleh Abram LaRue itu.
Ketikanya
pun tiba, Abram LaRue harus melepaskan obor itu dari tangannya, tanggal
26 April 1903, pada usia 81 tahun (1822-1903). Ia telah menghembuskan
nafasya yang terakhir di dalam damai, dan tentu berharap bahwa satu hari
nanti ia akan kembali memiliki hidupnya. Ia dikuburkan di satu
pekuburan di kota Hong Kong.
Abram LaRue telah meninggalkan semangat penginjilan kepada mereka yang mencintau Kristus. Adakah yang sedia melanjutkannya? Pdt.
Ralph Waldo Munson dari Amerika Serikat, dan Petra Tunheim dari
Australia telah menangkap sinyal. Mereka telah berucap seperti Yesaya,
“Ini aku, utuslah aku!”
Pdt. Ralph Waldo Munson dan Immanuel Siregar
Hindia
Belanda (sekarang Indonesia) adalah satu jajahan negeri Belanda sejak
zaman VOC (Verenigne Oost Indische Company) hingga bubarnya tahun 1799
Sejak itu, negeri Hindia Belanda menjadi daerah rebutan bangsa-bangsa
Eropa, antara Inggris dan Francis, ketika perusahaan dagang Inggis yang
berpusat di Calcutta sangat berkuasa di lautan. Demikian perebutan itu
terjadi di antara Inggris dan Belanda di wilayah Hindia Belanda, dan
ketidakakuran di antara kedua bangsa itu terus berlanjut kemudian.
Bahkan sering Belanda menanamkan kebencian kepada Inggris, dan sekutu
dekatnya Amerika Serikat. Tidak heran, ketika agama Kristen Protestan
yang jadi agama pemerintah Belanda di Batavia, izin kerja untuk Gereja
Masehi Advent Hari Ketujuh tidak diberikan.
Pdt. Ralph Waldo
Munson, asal Amerika, telah tiba di kota Padang akhir tahun 1899, dan
resmi membuka penginjilannya di kota itu tahun 1900, hingga lima tahun
pelayanannya, ia tidak mendapat izin kerja membawa kabar Injil di kota
itu, kecuali membagi-bagi risalah atau menjual buku-buku kesehatan,
menyelenggarakan sistem pengobatan therapi air, dan membuka Sekolah
Bahasa Inggris untuk anak-anak Tionghoa. Ia tidak sempat mewujudkan
impiannya untuk menginjili Tanah Batak yang menjadi salah satu
tujuannya. Samuel Munson yang mati dibunuh di Tanah Batak tahun 1834,
adalah keluarga dekatnya. Justru kehadirannya di Sumatra adalah untuk
menobatkan orang-orang Batak yang pada ketika itu terkesan “kanibal”
(pemakan sesamanya) di Amerika. Tetapi Tuhan punya jalan lain di dalam
mewujudkan maksud-Nya.
Dimulai dari Sekolah Raja Narumonda,
Porsea, Sumatra Utara di mana beberapa orang siswa merasa tidak pas
dengan sistem pendidikan gereja (dalam hal ini RMG yang begaya Jerman).
RMG adalah badan mision Jerman, Rheinish Mission Geselshaft yang telah
membuka penginjilan di Tanah Batak. Sekolah Raja di Narumonda adalah di
bawah pengawasan RMG, dan sistem kepemimpinan di dalam menjalankan
sekolah itu tidak mengarah ke persiapan jadi pemimpin masa depan,
melainkan hanya mendidik siswa bidang ketrampilan (vocational) dan untuk
jadi pegawai rendahan di kemudian hari. Tiga tokoh utama yang
menghendaki pembaharuan pendidikan telah muncul, bernama M.H. Manullang,
Gayus Sihite, dan Immanuel Siregar (The Batak Blood and Protestant
Soul, hlm. 149, 150)
Mereka tinggalkan lembaga pendidikan Sekolah
Raja itu dan mendirikan surat kabar, Binsar Sinondang Batak (Matahari
Terbit Batak). Surat kabar ini terkenal sangat progresif menentang
kelaliman, dan sistem pemerintahan Belanda. Seringkali pemimpin redaksi
dan penulis dalam surat kabar itu ditangkap polisi dan dihadapkan ke
pengadilan.
Sejarah Advent di Indonesia
Reviewed by
GMAHK Tangerang Kota
on
Kamis, Januari 31, 2019
Rating:
5
Pengantar Banyak orang yang tidak tertarik membaca buku sejarah. Kata mereka, “Itu adalah kejadian yang sudah lalu. Untuk apa belaj...